ANAK YANG SUKA MENGGANGGU
Ardi dan Yuri, adalah dua bersaudara yang tinggal di sebuah desa bernama Rukun Sentosa. Di desa itu semua warga hidup dengan rukun dan damai, karena dipimpin oleh kepala desa yang bijaksana. Kepala desa itu bernama pak Hasan.
Pada suatu hari, Ardi dan Yuri sedang bermain di lapangan dekat sekolahan. Saat sedang asik bermain, datanglah seorang anak laki-laki yang lebih tua dari mereka.
Anak itu memiliki badan yang tinggi dan besar, terlihat dari bayangannya yang menghalangi sinar matahari saat Ardi dan Yuri sedang bermain rumah-rumahan dari pasir.
Yuri mengangkat kepalanya, sambil tersenyum dia bertanya, “Halo, kamu siapa?”
Anak laki-laki itu tidak menjawab, dia kemudian dengan kasar menendang rumah-rumahan buatan Ardi dan Yuri.
“Hey, kamu tidak boleh begitu!” Sergah Ardi.
“Memangnya kamu berani sama aku? Hah…” Si anak laki-laki itu malah menantang Ardi dan Yuri.
“Pokoknya kalian tidak boleh main di sini, ini adalah daerah kekuasaanku!” Kata anak laki-laki tersebut.
Ardi dan Yuri yang merasa takut dan tidak nyaman dengan ancaman si anak laki-laki tersebut, kemudian bergegas pulang untuk mengadu ke orangtua mereka.
Tidak lama berselang, Ardi dan Yuri sudah sampai di rumah. Mereka disambut oleh ayah yang sedang membaca koran di teras.
“Ayah,” Yuri hendak mengadu kepada ayahnya.
“Kenapa Yuri, kok kalian tidak main di lapangan?” Tanya Ayah.
“Anu yah, tadi ada anak laki-laki berbadan besar yang melarang kita main di lapangan yah.” Kesah Ardi.
“Iya ayah, kita diusir, rumah-rumahan yang Yuri sama Ardi buat dari pasir dihancurkan sampai berantakan.” Lanjut Yuri.
“Loh loh loh, memangnya kalian tidak tahu siapa anak laki-laki tersebut?” Tanya ayah kembali.
“Tidak tahu yah, kayaknya bukan anak dari desa kita.” Ardi coba menjelaskan.
“Hm, desa kita adalah desa yang rukun dan damai. Tidak seharusnya ada anak yang boleh semena-mena seperti itu. Ya sudah, ayo ikut ayah ke pak kepala desa.” Ajak ayah kepada Ardi dan Yuri.
Sesaat kemudian, ayah bersama Ardi dan Yuri berangkat ke rumah pak Hasan.
Sesampainya di rumah pak Hasan, ayah, Ardi dan Yuri sungguh terkejut. Para warga desa Rukun Sentosa rupanya sudah berkumpul di depan rumah pak Hasan, mereka juga mengadukan soal anak laki-laki yang berbuat semena-mena di desa kita.
“Harap tenang, apakah di antara para warga ada yang tahu siapa anak laki-laki tersebut?” Tanya pak Hasan kepada para warga.
“Saya tahu pak.” Salah satu anak mengangkat tangannya. “Dia itu keponakan pak Rojuli, pemilik toko kelontong di desa kita. Kebetulan sedang libur sekolah, dan menginap di rumah pamannya.”
“Oalah, ya sudah. Bapak-bapak dan adik-adik sekalian, hari ini juga saya akan mendatangi rumah pak Rojuli. Saya harap bapak-bapak dan adik-adik jangan sampai terpancing emosi, kita selesaikan dengan baik-baik!” Pesan pak Hasan.
Setelah pak Hasan mengambil peci dari dalam rumah, kemudian bersama dengan para warga, mereka bergegas menuju rumah pak Rojuli.
Siang itu seperti biasanya, pak Rojuli sibuk melayani pembeli si toko kelontong miliknya. Toko itu berada tepat di depan rumah, dengan beberapa rak dan etalase yang terpajang di dalamnya. Toko pak Rojuli menjual berbagai macam produk kebutuhan rumah tangga.
Melihat pak Hasan datang dan diikuti oleh beberapa warga desa Rukun Sentosa, pak Rojuli di belakang meja kasir terlihat agak terkejut.
“Assalamualaikum pak Rojuli.” pak Hasan mengucap salam.
“Waalaikum salam pak Hasan, maaf kok rame-rame begini ada masalah apa ya?” Tanya pak Rojuli penasaran.
“Begini pak Rojuli, mohon maaf sebelumnya, saya sebagai kepala desa mendapat keluhan dari warga.” Pak Hasan mencoba menjelaskan.
“Oh iya pak Hasan, tidak apa-apa, kalau memang saya ada salah saya siap diingatkan.” Kata pak Rojuli.
“Begini pak Rojuli, apa benar saat ini ada keponakan bapak yang tinggal di rumah bapak. Anaknya laki-laki usia sekitar 10 tahunan.”
“Oh, iya ada pak. Namanya Satria, dia anak dari adik saya yang tinggal di kota. Kebetulan sedang libur sekolah, jadi minta menginap di sini. Apa anaknya bikin masalah di desa kita pak Hasan?” Ungkap pak Rojuli.
“Menurut laporan para warga, keponakan pak Rojuli suka mengancam dan mengintimidasi anak-anak di desa kita pak. Tapi sudah saya ingatkan kepada para warga, agar tidak emosi. Namanya juga anak-anak, biar kita selesaikan dengan cara yang baik.” Terang pak Hasan.
“Waduh, saya minta maaf pak Hasan, juga kepada para warga desa Rukun Sentosa saya mohon dimaafkan kelakuan keponakan saya. Saya janji akan menasehati dan mengawasi agar tidak terulang kembali.”
Pak Rojuli meminta maaf kepada para warga yang merasa dirugikan karena kelakuan Satria, keponakannya.
Warga Rukun Sentosa pun dengan lapang hati mau memaafkan, akan tetapi warga tidak melihat ada Satria di rumah pak Rojuli.
Pak Rojuli mulai gusar, karena sudah menjelang sore Satria belum juga pulang ke rumah.
Pak Rojuli kemudian memanggil istrinya, “Bu, bapak keluar dulu mau mencari si Satria. Kata warga Satria suka mengancam anak-anak di desa kita”
“Iya pak, sebaiknya Satria segera dinasehati biar tidak semakin semena-mena.” Jawab bu Rojuli.
Saat pak Rojuli akan meninggalkan rumahnya, terlihat dari jauh ada motor yang mendekat. Rupanya itu Heri, salah seorang pemuda di desa Rukun Sentosa, terlihat sedang membonceng anak kecil yang tidak lain dan tidak bukan adalah Satria.
Terlihat Satria duduk di bangku belakang motor sambil menangis tersedu-sedu, Heri memarkirkan motornya kemudian melaporkan kepada pak Rojuli.
“Assalamualaikum pak Rojuli.” Heri mengucapkan salam.
“waalaikumsalam Heri, kok Satria bisa sama kamu, habis dari mana?”
“Begini pak Rojuli, tadi saya lihat Satria di lapangan sedang merebut bola anak-anak. Saat merebut bola, Satria terpeleset lumpur dan tercebur ke got. Lututnya berdarah, tapi tadi sudah diobati di Puskesmas.” Heri menjelaskan kejadiannya.
“Wah terima kasih banyak nak Heri.” Pak Rojuli berterimakasih kepada Heri, kemudian mengajak Satria masuk ke rumah.
Di sebuah ruang tamu, terdapat dua potong sofa panjang berwarna abu-abu. Satria duduk sambil mengerang kesakitan, sembari mengoleskan minyak urut, pak Rojuli mencoba untuk menasehatinya.
“Satria kenapa suka mengganggu anak-anak sini, bukankah lebih baik kalau kamu bermain bersama mereka. Bermain bersama-sama pasti akan terasa lebih seru, kamu juga bisa punya teman baru nantinya.” Nasehat pak Rojuli. “Kalau kamu punya teman banyak, apabila terkena musibah seperti hari ini, pasti banyak yang mau menolong.”
“Iya om, maafin Satria.” Satria menunduk, kakinya masih dipijat sama pamannya.
“Tidak apa-apa, yang penting kamu sekarang sudah sadar kalau berteman itu harus saling menjaga, dan tidak boleh menindas.” Ujar pak Rojuli.
Keesokan hari, Ardi dan Yuri sedang bermain sepeda di lapangan. Yuri yang masih TK memang belum seberapa lancar bersepeda. Ardi sebagai kakak selalu setia mendampingi dan membantu adiknya belajar bersepeda.
GUBRAK!
Tiba-tiba Yuri yang mengayuh sepeda terlalu kencang, lepas kendali hingga menabrak pohon mangga di sisi lapangan. Ardi terkejut melihat adiknya jatuh,
Komentar
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan sopan, terima kasih sudah mampir ke blog saya!